Jumat, 18 Februari 2011

UN Untuk Hargai Proses Belajar Mengajar

Dalam rapat kerja Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) dengan Komisi X DPR RI, dengan agenda “Formulasi dan Pelaksanaan UN 2011″, Menteri Pendidikan Nasional menyampaikan manfaat hasil ujian nasional. Hasil UN digunakan untuk memetakan mutu program satuan pendidikan secara nasional; pintu masuk untuk pembinaan dan perbaikan mutu pendidikan, baik di tingkat satuan pendidikan maupun naional; mendorong motivasi belajar siswa; dan mendorong penigkatan mutu proses belajar megajar.

Intervensi untuk perbaikan mutu pendidikan berdasarkan pemetaan hasil UN bertujuan untuk meningkatkan nilai rata-rata, mempersempit standar deviasi, dan memperbaiki nilai terendah. Prinsip (berkesinambungan (continuity) pun dijaga. Kesinambungan untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kesinambungan bagi siswa dari sosial ekonomi kurang mampu masuk ke Perguruan Tinggi (PT), dan,”kesinambungan bagi siswa dari satu daerah masuk ke PT di wilayah lain untuk mengurangi disparitas antar wilayah dalam penerimaan mahasiswa baru melalui seleksi nasional,” ujar Menteri Nuh dalam rapat yang diadakan awal pekan ini .

Adapun hasil keputusan rapat kerja adalah UN 2011 tetap dapat dilaksanakan dengan catatan, pertama, standar kelulusan ditentukan dengan formula baru yang mengakomodasi nilai rapor dan ujian sekolah. Kedua,, meningkatkan rasa adil bagi peserta didik. Ketiga, lebih meningkatkan mutu kelulusan pendidikan.

Dalam kaitan dengan formula baru untuk menentukan kelulusan peserta didik, Komisi X DPR RI meminta Pemerintah agar dijadikan pertimbangan yang sungguh-sungguh. Komisi X DPR juga memberikan catatan untuk penyempurnaan pelaksanaan UN.

Sedangkan untuk data pokok pendidikan, pelaksanaannya perlu memperhatikan catatan hasil Panitia Kerja UN DPR. Poin-poinnya antara lain pelaksanaan pendataan tidak hanya lima variabel yang diusulkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdiknas. Namun, termasuk pendataan standar mutu pendidikan nasional. Pendataan harus selesai pada 2011.

Adapun untuk Badan Standar Nasional (BSNP), Komisi X DPR meminta pemerintah segera mengonsolidasikan badan ini agar benar-benar menjadi lembaga yang mandiri sesuai Pasal 75 Ayat (2) PP No.19/ 2005 serta penjelasannya.

Demikian isi dari situs Kemdiknas tersebut. Salah satu point yang perlu diberikan catatan dari tulisan di atas adalah alinea ketiga. Padahal tidak perlu repot2 mencari formula baru untuk menentukan standar kelulusan, kembalikan saja formula itu ke UU SISDIKNAS, yaitu bahwa evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional bukan dijadikan sebagai salah satu penentu kelulusan (cuplikan pasal 57 ayat 1). Jadi Kalaupun keukeuh UN itu harus dilaksanakan jadikanlah sebagai pemetaan mutu pendidikan, soal penentuan kelulusan kembalikan saja ke sekolah masing2. Karena Jika UN dijadikan sebgai salah satu penentu kelulusan maka keadaannya menjadi kontra produktif dengan diberlakukannya KTSP. KTSP yang merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing sekolah akan menjadi tidak berarti keberadaannya jika UN dijadikan salah satu penentu kelulusan. Dimana letak kemandirian sekolah dalm melakukan pengelolaan pendidikan jika dalam penilaian intervensi pemerintah masih sangat kuat. Selanjutnya ruh KTSP pun akan hilang jika dalam proses pembelajaran di setiap sekolah di masing-masing daerah menggunakan kurikulum yang disusun dan dilaksanakan oleh satuan pendidikan masing-masing dengan visi-misi-dan tujuan pendidikan yang disesuaikan sementara standar kelulusannya ditentukan oleh pemerintah pusat bahkan dengan instrumen yang dibuat oleh pemerintah pusat juga. Dengan demikian bisa dipastikan kalau UN tetap dilaksanakan akan sangat bertentangan dengan TUJUH PRINSIP PENGEMBANGAN KTSP (silahkan dibaca lagi).

Bukan hanya itu, pelaksanaan UN pun seringkali menyerat pimpinan di sebuah sekolah melakukan perbuatan diskriminatip kepada mata pelajaran yang tidak di UN kan, bahkan sering terjadi pada bulan yang mendekati UN misalkan kalau UN dilaksanakan pada bulan April maka sejak bulan Pebruari para siswa hanya belajar 4 mata pelajaran yang di UN kan sementara mata pelajaran lain seringkali dianggap selesai dan tidak sempat disajikan lagi padahal kompetensi yang harus dicapai siswa belum tuntas.

0 komentar:

Posting Komentar